Rabu, 16 Oktober 2013

Pengenalan Calistung Dengan Metode Beyond Center and Circle Time (BCCT)



Pengembangan Pengenalan  Calistung
Dengan Metode Beyond Center and Circle Time (BCCT)
Pada Kelompok A “TK Dharma Wanita Jatiangkung”

BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Trend di Sekolah Dasar adalah mengadakan tes atau seleksi untuk calon murid. “Anak harus sudah bisa baca dan tulis di Taman Kanak-kanak”. Ini merupakan pernyataan yang kemudian menjadi tekanan bagi orang tua dan guru TK. Orang tua berusaha mencari sekolah TK yang dapat menghasilkan anak dengan target lulusan bisa membaca dan menulis. Pihak sekolah berusaha melatih anak dengan berbagai cara untuk bisa membaca dan menulis agar sesuai dengan harapan orang tua. Bagi beberapa sekolah yang tetap bertahan untuk mengutamakan kegiatan bermain dalam pembelajaran di TK menjadi sekolah yang terbelakang alias tidak laku. Orang tua menuntut anak untuk bisa membaca dan menulis karena takut anak tidak diterima di Sekolah Dasar yang menggunakan seleksi bagi calon murid dengan bentuk seleksi baca-tulis-hitung (calistung). Apa yang salah dalam hal ini? Mengapa kemudian terjadi kecemasan pada orang tua, pihak sekolah TK dan SD untuk mengembangkan kemampuan calistung? Jika memang kebutuhan jaman menuntut anak untuk lebih cepat membaca dan menulis pada usia TK, apakah harus dengan cara yang mengenyampingkan prinsip pembelajaran anak yang sesungguhnya?
Dari penjabaran latar belakang dan pertanyaan-pertanyaan  yang muncul tersebut dapat di rumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah mengemas pembelajaran untuk anak usia dini menjadi lebih selaras dengan perkembangan anak yaitu bermain sambil belajar?
2.      Bagaimanakah Metode Beyond Center and Circle Time (BCCT)  digunakan oleh guru untuk membuat kegiatan pembelajaran membaca dan menulis dan berhitung lebih menarik?





BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.    Bahasa Anak Usia Dini
Rata-rata pendidik mengatakan bahwa pengembangan bahasa untuk anak adalah terkait dengan kemampuan membaca dan menulis. Pola pikir para orang tua juga demikian, perkembangan bahasa adalah perkembangan anak dalam kemampuan baca dan tulis. Oleh karena itu, orang tua menyerahkan anaknya untuk dapat baca dan tulis di Taman kanak-kanak dan pada akhirnya guru yang bertugas untuk mengajarkan hingga berhasil. Namun ternyata tidak demikian, kemampuan membaca dan menulis anak terbentuk dari kemampuan mendengar dan berbicara. Jalongo mengatakan bahwa kemampuan membaca permulaan merupakan bentuk demonstrasi kemampuan anak untuk memahami pesan oral dalam bentuk mendengar dan bentuk respon yang berkelanjutan (2007: 158). Penjelasan tersebut menunjukkan pengertian bahwa kemampuan sebelum baca-tulis permulaan dipengaruhi oleh kemampuan mendengar dan berbicara. Pentingnya kemampuan mendengar oleh Jalongo juga dijelaskan bahwa mendengar adalah dasar untuk berbicara, membaca dan menulis pada anak. Pernyataan ini dengan catatan terjadi pada anak tanpa gangguan pendengaran (2007: 81). Dengan demikian, untuk dapat membaca dan menulis, seorang anak harus memiliki pengalaman mendengar dan berbicara cukup banyak. Hal ini berarti bahwa untuk membentuk kemampuan tersebut, guru tidak dapat berusaha sendiri. Guru membutuhkan peran dari orang tua untuk banyak mendengarkan cerita-cerita pada anak dan mengajak anak untuk berkomunikasi sebagai bentuk pengembangan kemampuan berbicara. Sebuah penelitian mengatakan bahwa kemampuan baca-tulis permulaan anak dibentuk sejak usia dini. Papalia (2008: 248) mengatakan bahwa mayoritas bayi sangat menyukai dibacakan cerita. Nada pembacaan yang dilakukan oleh orang tua atau pengasuh dan cara membacakan ketika bercerita dapat mempengaruhi seberapa baik anak berbicara dan pada akhirnya seberapa baik anak membaca. Pendapat ini kemudian didukung oleh Jalongo yang mengatakan bahwa semakin dini anak dikenalkan dengan teks yang ada dalam buku maka anak semakin siap untuk membaca dan sadar terhadap cetakan (tulisan) (2007: 156).
Anak yang belajar membaca dini biasanya adalah anak-anak yang orang tuanya sangat sering membacakan cerita untuk anak dan melakukan kegiatan membaca tersebut ketika usia anak masih sangat muda (Papalia, 2008: 248). Dengan demikian, potensi untuk bisa membaca pada anak terbentuk dari pengalaman mendengarkan cerita sejak usia sedini mungkin. Hal ini berarti perlu peran dari orang tua atau orang terdekat dengan anak sejak dini untuk membacakan cerita. Kemampuan membaca dan menulis pada anak sangat dipengaruhi oleh kemampuan anak untuk sadar akan phonemik. Kesadaran phonemik yaitu kemampuan untuk membedakan bunyi dalam bahasa. Kemampuan ini terbentuk pada Kemampuan mendengarkan. Potensi anak untuk dapat embaca dan menulis juga dapat dideteksi sejak dini melalui tahapan kesadaran Phonemik tersebut. Kesadaran phonemik terbentuk sejak bayi baru lahir dengan ciri-ciri yaitu terkejut mendengar suara keras atau suara tiba-tiba muncul, menyukai suara-suara yang lembut dan memberi rasa aman, dan tertarik dengan suara yang dimainkan berkali-kali dan berubah-ubah. Kesadaran phonemik pada bayi dan balita dengan ciri-ciri yaitu mlai bereksperimen dengan suara, merespon lag-lagu yang sering di dengar, ikut bergerak sesuai lagu, menunjukkan ketertarikan pada buku mencakup gambar dan benda benda yang dikenal, berusaha untuk menamai benda atau menirukan suara binatang ketika melihat gambar. Kesadaran phonemik anak pada awal prasekolah memiliki ciri ciri yaitu menyukai lagu-lagu, cerita, puisi, dan mengenali namanya, mengenali irama puisi/syair yang sama (suaranya sama). Kesadaran phonemik pada taman kanak-kanak ditnjukkan dengan ciri yaitu peduli suara/ hubungan simbol-simbol, dan dapat mencapur fonem, dan membagi suku kata. Terkait dengan kesadaran phonemik tersebut maka pendidik harus mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang mengembangkan kemampuan anak untuk mengembangkan kesadaran phonemik.
B.     Perkembangan Bahasa Sesuai Kurikulum PP.58

Perkembangan bahasa untuk anak taman kanak-kanak berdasarkan acuan standar pendidikan anak usia dini no. 58 tahun 2009, mengembangkan tiga aspek yaitu menerima bahasa, mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan. Lingkup perkembangan menerima bahasa yaitu kemampuan berbahasa secara reseptif, terdiri dari pengembangan menyimak perkataan orang lain, mengerti dua perintah yang diberikan bersamaan, memahami cerita yang dibacakan, mengenal perbendaharaan kata mengenai kata sifat, mengerti beberapa perintah, mengulang kalimat yang lebih kompleks, dan memahami aturan dalam suatu permainan. Bentuk indikator untuk lingkup perkembangan ini bisa dalam bentuk tindakan, hasil karya, tulisan, dan lain sebagainya, sebagai ciri anak memahami dan mampu menerima bahasa.

Lingkup perkembangan kedua yaitu kemampuan mengungkapkan bahasa.

Kemampuan ini termasuk dalam kemampuan bahasa ekspresif. Kemampuan ini bisa muncul dalam bentuk kemampuan berbicara, menulis dan berhitung. Pencapaian perkembangan kemampuan ini yaitu menjawab pertanyaan yang lebih kompleks, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama, berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung, menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok kalimat-perdiket-keterangan), memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain, melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan. Pencampaian perkembangan ini dapat muncul dalam berbagai indikator. Lingkup pengembangan ketiga yaitu keaksaraan, kemampuan baca-tulis permulaan. Kemampuan ini termasuk kemampuan menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal, mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada disekitarnya, menyebutkan
kelompok gambar yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama, memahami hubungan antarabunyi dan bentuk huruf, membaca nama sendiri, dan menuliskan nama sendiri.

C.    Stimulasi Perkembangan Bahasa Anak

Perkembangan bahasa untuk anak usia dini meliputi empat pengembangan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Pengembangan tersebut harus dilakukan seimbang agar memperoleh pengembangan membaca dan menulis yang optimal. Berikut ini contoh-contoh kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan tersebut. Pengembangan kemampuan mendengarkan dapat dilakukan dengan kegiatan mendengarkan bercerita, mendengarkan suara-suara binatang, menebak suara, menyimak cerita, pesan berantai, menirukan suara, menirukan kalimat, menjawab pertanyaan, mendengarkan radio, mendengarkan kaset cerita untuk anak, lagu-lagu anak, dan lain sebagainya. Pengembangan kemampuan berbicara dapat dilakukan dengan kegiatan ekploratorif sambil mendiskusikan hasilnya, menceritakan pengalamannya, menceritakan hasil karya, bertanya, menceritakan kembali cerita, dan lain sebagainya. Pengembangan kemampuan membaca dapat dilakukan dengan memberi kebebasan anak untuk membaca gambar, eksplorasi dengan buku, menggambar dan menulis bebas, dan lain sebagainya. Pengembangan kemampuan menulis dapat dilakukan dengan memberi kesempatan pada anak untuk mencorat-coret, menggambar bebas, menulis ekspersif hasil dari gambar, meniru tulisan-tulisan yang ada disekitarnya, menulis di pasir, bermain dengan melibatkan motorik halus seperti meronce, membentuk, menggunting, menempel, mencocok, dan lain sebagainya.
Setiap pengembangan dapat dilakukan secara terpadu dalam satu hari. Untuk mengoptimalkan anak, pendidik dapat mengembangkan masing-masing kemampuan tersebut dalam satu kegiatan.
D.    METODE BEYOND CENTERS AND CIRCLES TIME (BCCT)
1.       Sejarah singkat metode Beyond Centers and Circles Time (BCCT)
PAUD sebagai pendidikan yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Penyelenggaraan PAUD harus memperhatikan dan sesuai dengan tahap perkembangan anak. Karena program PAUD dimaksudkan untuk memberikan fasilitasi pendidikan yang sesuai bagi anak, agar anak memiliki kesiapan baik secara fisik, mental, maupun sosial atau emosionalnya dalam rangka memasuki pendidikan lebih lanjut. kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa Penyelenggaraan PAUD masih belum mengacu betul pada tahap-tahap perkembangan anak. Pada umumnya penyelenggaraannya difokuskan pada peningkatan kemampuan akademik, baik dalam hal hafalan-hafalan maupun kemampuan baca-tulis dan hitung, yang prosesnya seringkali mengabaikan tahapan perkembangan anak. Penggunaan pendekatan BCCT atau pendekatan sentra dan lingkaran yang diadopsi dari Creative Centers forChildhood Research and Training (CCCRT) yang berkedudukan di Florida, Amerika Serikat dimaksudkan untuk memperbaiki praktek penyelenggaraan PAUD yang masih banyak terjadi salah kaprah tersebut. Metode pembelajaran yang sinergis dengan strategi belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar telah dikembangkan oleh Creative Center for Childhood Research and Training (CCCRT) di Florida, USA dikenal dengan nama metode Beyond Center and Circle Time (BCCT).
Konsep belajar yang dipakai dalam metode BCCT difokuskan agar guru sebagai pendidik menghadirkan dunia nyata di dalam kelas dan mendorong anak didik membuat hubungan antara pengetahuan, pengalaman, dan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sehingga otak anak dirangsang untuk terus berfikir secara aktif dalam menggali pengalamannya sendiri bukan sekedar mencontoh dan menghafal saja. Dalam metode BCCT proses pembelajaran diharapkan mampu berjalan secara alamiah dalam bentuk kegiatan yang ditujukan agar anak



2.       Pengertian Metode Beyond Centers and Circles Time (BCCT)
Metode merupakan cara yang telah teratur dan telah terpikir baik- baik untuk mencapai suatu maksud. Menurut pendapat Mahmud Yunus yang dikutip Armai Arief, metode adalah “Jalan yang hendak ditempuh oleh seseorang supaya seseorang sampai pada tujuan tertentu, baik dalam lingkungan perusahaan, perniagaan, maupun dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainnya”.
Sepanjang penelusuran penulis, tidak banyak ditemukan mengenai penjelasan Beyond Centers and Circles Time (BCCT). Sepanjang penelusuran penulis diperoleh pengertian sebagai berikut Beyond Centers and Circles Time (BCCT) yaitu konsep belajar dimana guru-guru  menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Metode Beyond Centers and Circles Time (BCCT) adalah metode penyelenggaraan PAUD yang berpusat pada anak yang dalam proses pembelajarannya berpusat di sentra main dan saat anak dalam lingkaran dengan menggunakan empat pijakan. empat pijakan tersebut akan penulis jelaskan pada pembahasan berikutnya.
Di Indonesia metode ini lebih dikenal dengan Sentra dan lingkaran (Seling). Metode pengajaran yang menempatkan siswa pada posisi yang proposional. Pendekatan sentra dan lingkaran berfokus pada anak, Sentra main adalah zona atau area main anak yang dilengkapi dengan seperangkat alat main yang berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan anak dalam 3 jenis main. yaitu: main sensorimotor, main peran dan main pembangunan. Saat lingkaran adalah saat dimana pendidik (guru) duduk bersama anak dengan posisi melingkar untuk memberikan pijakan kepada anak yang dilakukan sebelum dan sesudah main. Pembelajaran yang berpusat pada anak dan peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan evaluator merupakan ciri dari metode BCCT ini, Sehingga otak anak dirangsang untuk terus berfikir secara aktif dalam menggali pengalamannya sendiri bukan hanya mencontoh atau menghafal saja.







BAB III
PEMBAHASAN

A.     Langkah-Langkah Pelaksanaan Dalam Beyond Centers and Circle Times (BCCT).
a. Persiapan (pre-Learning)
1)       Mempersiapkan pendidik dan pengelola melalui pelatihan dan pemagangan. Pelatihan dapat memberikan pembekalan konsep sedangkan magang memberikan pengalaman praktik.
2)       Penyiapan tempat dan alat permainan Edukatif (APE) sesuai dengan jenis sentra yang akan dibuka dan tingkatan usia anak. Penyiapan administrasi kelompok dan pencatatan perkembangan anak.
3)       Pengelolaan metode pembelajaran kepada para orang tua. Kegiatan ini penting agar orang tua mengenal metode ini sehingga tidak protes ketika kegiatan anaknya hanya bermain.
4)       Mintalah orangtua untuk mencoba bermain di setiap sentra main yang disiapkan untuk anak agar merasakan sendiri nuansanya. Kegiatan ini hendaknya dilakukan setiap awal tahun ajaran baru sebelum anak mulai belajar.
b. Pelaksanaan: (activity)
1)       Bukalah sentra secara bertahap sesuai dengan kesiapan pendidik dan sarana pendukung lainnya.
2)       Gilirlah setiap kelompok anak untuk bermain di sentra sesuai dengan jadwal, setiap kelompok dalam satu hari hanya bermain di satu sentra saja.
3)       Berikan variasi dan kesempatan main yang cukup kepada setiap anak agar tidak bosan dan tidak berebutan.
4)       seiring dengan kesiapan pendidik dan sarana pendukung, tambahlah sentra baru apabila belum lengkap, lengkapilah setiap sentra dengan berbagai jenis APE, baik yang buatan  pabrik  maupun  dikembangkan  sendiri  dengan memanfaatkan bahan limbah dan lingkungan alam sekitar yang aman bagi anak.

Dalam hal ini proses pembelajaran pada anak usia dini berpusat pada anak yang dalam proses pembelajarannya menggunakan empat pijakan untuk mendukung perkembangan anak, empat pijakan tersebut adalah:
a. Mengetahui dasar Sentra bermain
1)       Main dengan bahan-bahan bermain yang cukup (3 mainan untuk tiap anak).
2)       Merencanakan untuk pengalaman densitas dan intensitas.
3)       Memiliki berbagai bahan main yang mendukung pengalaman kekasaran.
4)       Menata kesempatan bermain untuk mendukung interaksi sosial yang positif

Sebelum mengelola bahan main yang tepat, seorang pendidik harus mengenali kecenderungan perilaku anak selama bermain. Dalam hal ini anak diklasifikasikan menjadi 3dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a) Ciri-ciri anak pasif
· Terlihat cape
· Ekspresi datar
· Jarang tertawa atau tersenyum
· Kurang dapat focus dan jarang berbicara
· Menolak main dengan bahan yang menuntut ekspresif
· Tidak dapat bekerjasama
· Dapat berlaku merusak
b) Ciri-ciri anak verbal Agresi
· Menyerang dengan kata-kata
· Sering menggunakan penolakan dengan kata
· Menangis menjerit-jerit
c) Ciri-ciri anak agresi fisik
· Banyak bergerak
· Cenderung melakukan gerakan yang membahayakan
· Tidak menyukai kegiatan yang menuntut diam
· Berlari, jika diminta berjalan dengan gerakan seperti robot
· Tertarik pada kegiatan secara ekspresif, namun cepat berubah ke kegiatan
    baru
· Dapat menyerang temannya dengan fisik
· Sering kehilangan control saat menggunakan alat dan bahan main

· Makan rakus
· Tidak mau menatap mata
· Gampang menyakiti orang lain (menendang, menjambak)
b. pengalaman sebelum bermain (Pre- Activity)
1)       Membaca buku yang berkaitan dengan pengalaman atau mengundang narasumber.
2)       Menggabungkan kosa kata baru dan menunjukkan konsep-konsep yang mendukung milestone perkembangan.
3)       Memberikan gagasan bagaimana menggunakan bahan-bahan main.
4)       Mendiskusikan aturan dan harapan untuk pengalaman main.
5)       Menjelaskan rangkaian waktu main.
6)       Mengelola anak untuk keberhasilan hubungan social.
7)       Merancang dan menerapkan aturan transisi untuk main.

c. pengalaman bermain setiap anak (experience)
1)       Memberikan waktu untuk anak mengelola dan meneliti pengalaman main mereka.
2)       Mencontoh komunikasi yang tepat.
3)       Memperkuat dan mengembangkan bahasa anak.
4)       Meningkatkan kesempatan sosialisasi melalui dukungan interaksi teman sebaya
5)       Mengamati dan mendokumentasikan perkembangan dan kemajuan main anak.

d. Pengalaman setelah bermain (Post-Actifity)
a.        Gunakan waktu membereskan sebagai pengalaman positif untuk mempraktekkan klasifikasi, serasi, dan pengelolaan secara umum bahan-bahan main.
b.        Mengingat dan mengulas kembali pengalaman main sehingga setiap anak memungkinkan berbagi kecakapannya.

Langkah-langkah pelaksanaan dalam proses pembelajaran dengan metode Beyond Centers and Circles Time (BCCT)

1.  Penyambutan anak; sambut anak dengan ramah dan penuh semangat dengan mengucapkan salam dan “hai” serta sebutlah nama panggilannya dengan hormat.
2.  Masa transisi; guru mempersilahkan anak bermain dalam bimbingan orangtuanya, dan atau sambil berkonsultasi dengan pendidik, konselor atau psikolog yang ada.
3.  Main Pembukaan; guru memulai kegiatan dengan anak diawali berdo’a bersama. Lalu anak diajak bernyanyi lagu “selamat pagi” atau lainnya dengan menari, melompat dan tertawa.
4.  Kegiatan awal bermain; guru mengajak anak menuju sentra atau pusat kegiatan bermain dengan cara bernyanyi bersama, guru menjelaskan dan membuat aturan permainannya atas kesepakatan anak-anak pada saat sebelum permainan dimulai.
5.  Kegiatan inti bermain; guru mempersilahkan anak bermain sepuasnya hingga batas waktu yang telah disepakati. Guru mengamati, mengawasi, dan menjaga anak dari bahaya, agar proses penelitian, pemahaman dan pembelajaran anak berlangsung lancar sesuai tahapan perkembangan dirinya.
6.  Kegiatan akhir bermain; guru meminta semua anak merapikan alat bermain. Lalu, guru meminta semua anak berkumpul dalam lingkaran sambil bernyanyi. Kemudian, guru mewawancarai semua anak untuk menceritakan pengalaman mereka setelah bermain. Fasilitasi mereka semua untuk berani curhat tentang pengalaman belajar mereka



























B.       PENERAPAN METODE  (File XL)

RENCANA KEGUATAN HARIAN (RKH)
Tema                     : Rekreasi
Sub Tema            : Kehidupan di Desa
Kelompok           : TK A
Hari/Tanggal      : Selasa, 19 Januari 2010

 
Berikut ini penerapan kegiatan  Beyond Centers and Circles Time (BCCT) dalam Rencana Kegiatan Harian (RKH).


Tingkat
Pencapaian
Perkembangan
Indikator
Kegiatan Pembelajaran
Media dan
Sumber Belajar
Penilaian







RKH tersebut di atas menggambarkan pengembangan bahasa yang dapat menstimulasi kemampuan anak untuk mengembangkan lingkup bahasa dalam mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
































BAB IV
Kesimpulan
Pengembangan kemampuan bahasa untuk anak usia dini dapat dilakukan dengan mengembangkan empat pengembangan sekaligus yaitu kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Untuk mengembangkan kemampuan baca-tulis permulaan didukung dengan pengembangan kemampuan mendengar dan berbicara lebih banyak. Semakin banyak anak mendengar dan berbicara maka semakin mudah anak untuk mengenal baca-tulis. Dengan demikian untuk mengembangkan kemampuan baca-tulis dan berhitung permulaan, pendidik dapat mengembangkan kegiatan keaksaraan seperti eksplorasi kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis serta berhiung.





















Daftar Pustaka
.

Jamaris, Martini. 2011. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: Yayasan
Penamas Murni

Syamsiatin, Eriva, SPd. 2008. Pengelolaan Circle Time di Taman Penitipan Anak dan Kelompok Bermain. Jakarta; Universitas Terbuka Depertemen Pendidikan Nasional.

Amini, Mukti, S.Pd. M.Pd. 2008. Pengelolaan Sentra Persiapan di KB dan TPA. Jakarta; Universitas Terbuka Depertemen Pendidikan Nasional
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar