Pengembangan
Pengenalan Calistung
Dengan
Metode Beyond Center and Circle Time (BCCT)
Pada
Kelompok A “TK Dharma Wanita Jatiangkung”
BAB
I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Trend di Sekolah Dasar adalah mengadakan tes atau seleksi untuk calon
murid. “Anak harus sudah bisa baca dan tulis di Taman Kanak-kanak”. Ini
merupakan pernyataan yang kemudian menjadi tekanan bagi orang tua dan guru TK.
Orang tua berusaha mencari sekolah TK yang dapat menghasilkan anak dengan
target lulusan bisa membaca dan menulis. Pihak sekolah berusaha melatih anak
dengan berbagai cara untuk bisa membaca dan menulis agar sesuai dengan harapan
orang tua. Bagi beberapa sekolah yang tetap bertahan untuk mengutamakan
kegiatan bermain dalam pembelajaran di TK menjadi sekolah yang terbelakang
alias tidak laku. Orang tua menuntut anak untuk bisa membaca dan menulis karena
takut anak tidak diterima di Sekolah Dasar yang menggunakan seleksi bagi calon
murid dengan bentuk seleksi baca-tulis-hitung (calistung). Apa yang salah dalam
hal ini? Mengapa kemudian terjadi kecemasan pada orang tua, pihak sekolah TK
dan SD untuk mengembangkan kemampuan calistung? Jika memang kebutuhan jaman
menuntut anak untuk lebih cepat membaca dan menulis pada usia TK, apakah harus
dengan cara yang mengenyampingkan prinsip pembelajaran anak yang sesungguhnya?
Dari
penjabaran latar belakang dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul tersebut dapat di rumuskan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah mengemas pembelajaran untuk anak usia dini menjadi lebih
selaras dengan perkembangan anak yaitu bermain sambil belajar?
2. Bagaimanakah Metode Beyond Center and Circle Time (BCCT) digunakan oleh guru untuk membuat kegiatan
pembelajaran membaca dan menulis dan berhitung lebih menarik?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Bahasa Anak Usia Dini
Rata-rata
pendidik mengatakan bahwa pengembangan bahasa untuk anak adalah terkait dengan
kemampuan membaca dan menulis. Pola pikir para orang tua juga demikian,
perkembangan bahasa adalah perkembangan anak dalam kemampuan baca dan tulis.
Oleh karena itu, orang tua menyerahkan anaknya untuk dapat baca dan tulis di
Taman kanak-kanak dan pada akhirnya guru yang bertugas untuk mengajarkan hingga
berhasil. Namun ternyata tidak demikian, kemampuan membaca dan menulis anak
terbentuk dari kemampuan mendengar dan berbicara. Jalongo mengatakan bahwa
kemampuan membaca permulaan merupakan bentuk demonstrasi kemampuan anak untuk
memahami pesan oral dalam bentuk mendengar dan bentuk respon yang berkelanjutan
(2007: 158). Penjelasan tersebut menunjukkan pengertian bahwa kemampuan sebelum
baca-tulis permulaan dipengaruhi oleh kemampuan mendengar dan berbicara.
Pentingnya kemampuan mendengar oleh Jalongo juga dijelaskan bahwa mendengar
adalah dasar untuk berbicara, membaca dan menulis pada anak. Pernyataan ini
dengan catatan terjadi pada anak tanpa gangguan pendengaran (2007: 81). Dengan
demikian, untuk dapat membaca dan menulis, seorang anak harus memiliki
pengalaman mendengar dan berbicara cukup banyak. Hal ini berarti bahwa untuk
membentuk kemampuan tersebut, guru tidak dapat berusaha sendiri. Guru
membutuhkan peran dari orang tua untuk banyak mendengarkan cerita-cerita pada
anak dan mengajak anak untuk berkomunikasi sebagai bentuk pengembangan
kemampuan berbicara. Sebuah penelitian mengatakan bahwa kemampuan baca-tulis
permulaan anak dibentuk sejak usia dini. Papalia (2008: 248) mengatakan bahwa
mayoritas bayi sangat menyukai dibacakan cerita. Nada pembacaan yang dilakukan
oleh orang tua atau pengasuh dan cara membacakan ketika bercerita dapat
mempengaruhi seberapa baik anak berbicara dan pada akhirnya seberapa baik anak
membaca. Pendapat ini kemudian didukung oleh Jalongo yang mengatakan bahwa
semakin dini anak dikenalkan dengan teks yang ada dalam buku maka anak semakin
siap untuk membaca dan sadar terhadap cetakan (tulisan) (2007: 156).
Anak
yang belajar membaca dini biasanya adalah anak-anak yang orang tuanya sangat sering
membacakan cerita untuk anak dan melakukan kegiatan membaca tersebut ketika
usia anak masih sangat muda (Papalia, 2008: 248). Dengan demikian, potensi
untuk bisa membaca pada anak terbentuk dari pengalaman mendengarkan cerita
sejak usia sedini mungkin. Hal ini berarti perlu peran dari orang tua atau
orang terdekat dengan anak sejak dini untuk membacakan cerita. Kemampuan
membaca dan menulis pada anak sangat dipengaruhi oleh kemampuan anak untuk
sadar akan phonemik. Kesadaran phonemik yaitu kemampuan untuk membedakan bunyi
dalam bahasa. Kemampuan ini terbentuk pada Kemampuan mendengarkan. Potensi anak
untuk dapat embaca dan menulis juga dapat dideteksi sejak dini melalui tahapan
kesadaran Phonemik tersebut. Kesadaran phonemik terbentuk sejak bayi baru lahir
dengan ciri-ciri yaitu terkejut mendengar suara keras atau suara tiba-tiba
muncul, menyukai suara-suara yang lembut dan memberi rasa aman, dan tertarik
dengan suara yang dimainkan berkali-kali dan berubah-ubah. Kesadaran phonemik
pada bayi dan balita dengan ciri-ciri yaitu mlai bereksperimen dengan suara,
merespon lag-lagu yang sering di dengar, ikut bergerak sesuai lagu, menunjukkan
ketertarikan pada buku mencakup gambar dan benda benda yang dikenal, berusaha
untuk menamai benda atau menirukan suara binatang ketika melihat gambar.
Kesadaran phonemik anak pada awal prasekolah memiliki ciri ciri yaitu menyukai
lagu-lagu, cerita, puisi, dan mengenali namanya, mengenali irama puisi/syair
yang sama (suaranya sama). Kesadaran phonemik pada taman kanak-kanak ditnjukkan
dengan ciri yaitu peduli suara/ hubungan simbol-simbol, dan dapat mencapur
fonem, dan membagi suku kata. Terkait dengan kesadaran phonemik tersebut maka
pendidik harus mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang mengembangkan
kemampuan anak untuk mengembangkan kesadaran phonemik.
B. Perkembangan Bahasa Sesuai Kurikulum PP.58
Perkembangan bahasa untuk anak taman kanak-kanak berdasarkan acuan
standar pendidikan anak usia dini no. 58 tahun 2009, mengembangkan tiga aspek
yaitu menerima bahasa, mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan. Lingkup
perkembangan menerima bahasa yaitu kemampuan berbahasa secara reseptif, terdiri
dari pengembangan menyimak perkataan orang lain, mengerti dua perintah yang
diberikan bersamaan, memahami cerita yang dibacakan, mengenal perbendaharaan
kata mengenai kata sifat, mengerti beberapa perintah, mengulang kalimat yang
lebih kompleks, dan memahami aturan dalam suatu permainan. Bentuk indikator
untuk lingkup perkembangan ini bisa dalam bentuk tindakan, hasil karya, tulisan,
dan lain sebagainya, sebagai ciri anak memahami dan mampu menerima bahasa.
Lingkup perkembangan kedua yaitu kemampuan mengungkapkan bahasa.
Kemampuan ini termasuk dalam kemampuan bahasa ekspresif. Kemampuan
ini bisa muncul dalam bentuk kemampuan berbicara, menulis dan berhitung.
Pencapaian perkembangan kemampuan ini yaitu menjawab pertanyaan yang lebih
kompleks, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama,
berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal
simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung, menyusun kalimat
sederhana dalam struktur lengkap (pokok kalimat-perdiket-keterangan), memiliki
lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain, melanjutkan
sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan. Pencampaian perkembangan ini
dapat muncul dalam berbagai indikator. Lingkup pengembangan ketiga yaitu
keaksaraan, kemampuan baca-tulis permulaan. Kemampuan ini termasuk kemampuan
menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal, mengenal suara huruf awal dari
nama benda-benda yang ada disekitarnya, menyebutkan
kelompok
gambar yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama, memahami hubungan antarabunyi
dan bentuk huruf, membaca nama sendiri, dan menuliskan nama sendiri.
C. Stimulasi Perkembangan Bahasa Anak
Perkembangan
bahasa untuk anak usia dini meliputi empat pengembangan yaitu mendengarkan,
berbicara, membaca dan menulis. Pengembangan tersebut harus dilakukan seimbang
agar memperoleh pengembangan membaca dan menulis yang optimal. Berikut ini
contoh-contoh kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan
tersebut. Pengembangan kemampuan mendengarkan dapat dilakukan dengan kegiatan
mendengarkan bercerita, mendengarkan suara-suara binatang, menebak suara, menyimak
cerita, pesan berantai, menirukan suara, menirukan kalimat, menjawab
pertanyaan, mendengarkan radio, mendengarkan kaset cerita untuk anak, lagu-lagu
anak, dan lain sebagainya. Pengembangan kemampuan berbicara dapat dilakukan
dengan kegiatan ekploratorif sambil mendiskusikan hasilnya, menceritakan
pengalamannya, menceritakan hasil karya, bertanya, menceritakan kembali cerita,
dan lain sebagainya. Pengembangan kemampuan membaca dapat dilakukan dengan
memberi kebebasan anak untuk membaca gambar, eksplorasi dengan buku, menggambar
dan menulis bebas, dan lain sebagainya. Pengembangan kemampuan menulis dapat
dilakukan dengan memberi kesempatan pada anak untuk mencorat-coret, menggambar
bebas, menulis ekspersif hasil dari gambar, meniru tulisan-tulisan yang ada
disekitarnya, menulis di pasir, bermain dengan melibatkan motorik halus seperti
meronce, membentuk, menggunting, menempel, mencocok, dan lain sebagainya.
Setiap
pengembangan dapat dilakukan secara terpadu dalam satu hari. Untuk mengoptimalkan
anak, pendidik dapat mengembangkan masing-masing kemampuan tersebut dalam satu
kegiatan.
D. METODE BEYOND CENTERS AND CIRCLES TIME
(BCCT)
1. Sejarah singkat
metode Beyond Centers and Circles Time (BCCT)
PAUD sebagai pendidikan yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan
dasar. Penyelenggaraan PAUD harus memperhatikan dan sesuai dengan tahap
perkembangan anak. Karena program PAUD dimaksudkan untuk memberikan fasilitasi
pendidikan yang sesuai bagi anak, agar anak memiliki kesiapan baik secara
fisik, mental, maupun sosial atau emosionalnya dalam rangka memasuki pendidikan
lebih lanjut. kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa Penyelenggaraan PAUD
masih belum mengacu betul pada tahap-tahap perkembangan anak. Pada umumnya
penyelenggaraannya difokuskan pada peningkatan kemampuan akademik, baik dalam hal
hafalan-hafalan maupun kemampuan baca-tulis dan hitung, yang prosesnya
seringkali mengabaikan tahapan perkembangan anak. Penggunaan pendekatan BCCT
atau pendekatan sentra dan lingkaran yang diadopsi dari Creative Centers
forChildhood Research and Training (CCCRT) yang berkedudukan di Florida,
Amerika Serikat dimaksudkan untuk memperbaiki praktek penyelenggaraan PAUD yang
masih banyak terjadi salah kaprah tersebut. Metode pembelajaran yang sinergis
dengan strategi belajar sambil bermain atau bermain sambil belajar telah
dikembangkan oleh Creative Center for Childhood Research and Training
(CCCRT) di Florida, USA dikenal dengan nama metode Beyond Center and Circle
Time (BCCT).
Konsep belajar yang dipakai dalam metode BCCT difokuskan agar guru sebagai
pendidik menghadirkan dunia nyata di dalam kelas dan mendorong anak didik
membuat hubungan antara pengetahuan, pengalaman, dan penerapan dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Sehingga otak anak dirangsang untuk terus berfikir secara
aktif dalam menggali pengalamannya sendiri bukan sekedar mencontoh dan
menghafal saja. Dalam metode BCCT proses pembelajaran diharapkan mampu berjalan
secara alamiah dalam bentuk kegiatan yang ditujukan agar anak
2. Pengertian
Metode Beyond Centers and Circles Time (BCCT)
Metode merupakan cara yang telah teratur dan telah terpikir baik- baik
untuk mencapai suatu maksud. Menurut pendapat Mahmud Yunus yang dikutip Armai
Arief, metode adalah “Jalan yang hendak ditempuh oleh seseorang supaya seseorang
sampai pada tujuan tertentu, baik dalam lingkungan perusahaan, perniagaan,
maupun dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainnya”.
Sepanjang penelusuran penulis, tidak banyak ditemukan mengenai penjelasan
Beyond Centers and Circles Time (BCCT). Sepanjang penelusuran penulis
diperoleh pengertian sebagai berikut Beyond Centers and Circles Time
(BCCT) yaitu konsep belajar dimana guru-guru
menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Metode Beyond Centers and Circles Time (BCCT) adalah
metode penyelenggaraan PAUD yang berpusat pada anak yang dalam proses
pembelajarannya berpusat di sentra main dan saat anak dalam lingkaran dengan
menggunakan empat pijakan. empat pijakan tersebut akan penulis jelaskan pada
pembahasan berikutnya.
Di Indonesia metode ini lebih dikenal dengan Sentra dan lingkaran
(Seling). Metode pengajaran yang menempatkan siswa pada posisi yang
proposional. Pendekatan sentra dan lingkaran berfokus pada anak, Sentra main
adalah zona atau area main anak yang dilengkapi dengan seperangkat alat main
yang berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mendukung
perkembangan anak dalam 3 jenis main. yaitu: main sensorimotor, main peran dan
main pembangunan. Saat lingkaran adalah saat dimana pendidik (guru) duduk
bersama anak dengan posisi melingkar untuk memberikan pijakan kepada anak yang
dilakukan sebelum dan sesudah main. Pembelajaran yang berpusat pada anak dan peran
guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan evaluator merupakan ciri dari
metode BCCT ini, Sehingga otak anak dirangsang untuk terus berfikir secara
aktif dalam menggali pengalamannya sendiri bukan hanya mencontoh atau menghafal
saja.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Langkah-Langkah Pelaksanaan Dalam Beyond
Centers and Circle Times (BCCT).
a. Persiapan (pre-Learning)
1)
Mempersiapkan
pendidik dan pengelola melalui pelatihan dan pemagangan. Pelatihan dapat
memberikan pembekalan konsep sedangkan magang memberikan pengalaman praktik.
2)
Penyiapan tempat
dan alat permainan Edukatif (APE) sesuai dengan jenis sentra yang akan dibuka
dan tingkatan usia anak. Penyiapan administrasi kelompok dan pencatatan perkembangan
anak.
3)
Pengelolaan
metode pembelajaran kepada para orang tua. Kegiatan ini penting agar orang tua
mengenal metode ini sehingga tidak protes ketika kegiatan anaknya hanya
bermain.
4)
Mintalah
orangtua untuk mencoba bermain di setiap sentra main yang disiapkan untuk anak
agar merasakan sendiri nuansanya. Kegiatan ini hendaknya dilakukan setiap awal
tahun ajaran baru sebelum anak mulai belajar.
b. Pelaksanaan: (activity)
1)
Bukalah sentra
secara bertahap sesuai dengan kesiapan pendidik dan sarana pendukung lainnya.
2)
Gilirlah setiap
kelompok anak untuk bermain di sentra sesuai dengan jadwal, setiap kelompok
dalam satu hari hanya bermain di satu sentra saja.
3)
Berikan variasi
dan kesempatan main yang cukup kepada setiap anak agar tidak bosan dan tidak
berebutan.
4)
seiring dengan
kesiapan pendidik dan sarana pendukung, tambahlah sentra baru apabila belum
lengkap, lengkapilah setiap sentra dengan berbagai jenis APE, baik yang buatan pabrik
maupun dikembangkan sendiri
dengan memanfaatkan bahan limbah dan lingkungan alam sekitar yang aman
bagi anak.
Dalam hal ini proses pembelajaran pada anak usia dini berpusat pada anak
yang dalam proses pembelajarannya menggunakan empat pijakan untuk mendukung
perkembangan anak, empat pijakan tersebut adalah:
a. Mengetahui dasar Sentra bermain
1)
Main dengan
bahan-bahan bermain yang cukup (3 mainan untuk tiap anak).
2)
Merencanakan
untuk pengalaman densitas dan intensitas.
3)
Memiliki
berbagai bahan main yang mendukung pengalaman kekasaran.
4)
Menata
kesempatan bermain untuk mendukung interaksi sosial yang positif
Sebelum mengelola bahan main yang tepat, seorang pendidik harus mengenali
kecenderungan perilaku anak selama bermain. Dalam hal ini anak diklasifikasikan
menjadi 3dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Ciri-ciri anak pasif
· Terlihat cape
· Ekspresi datar
· Jarang tertawa atau tersenyum
· Kurang dapat focus dan jarang berbicara
· Menolak main dengan bahan yang menuntut ekspresif
· Tidak dapat bekerjasama
· Dapat berlaku merusak
b) Ciri-ciri anak verbal Agresi
· Menyerang dengan kata-kata
· Sering menggunakan penolakan dengan kata
· Menangis menjerit-jerit
c) Ciri-ciri anak agresi fisik
· Banyak bergerak
· Cenderung melakukan gerakan yang membahayakan
· Tidak menyukai kegiatan yang menuntut diam
· Berlari, jika diminta berjalan dengan gerakan seperti robot
· Tertarik pada kegiatan secara ekspresif, namun cepat berubah ke kegiatan
baru
· Dapat menyerang temannya dengan fisik
· Sering kehilangan control saat menggunakan alat dan bahan main
· Makan rakus
· Tidak mau menatap mata
· Gampang menyakiti orang lain (menendang, menjambak)
b. pengalaman sebelum bermain (Pre- Activity)
1) Membaca buku yang berkaitan dengan pengalaman atau mengundang narasumber.
2) Menggabungkan kosa kata baru dan menunjukkan konsep-konsep yang mendukung
milestone perkembangan.
3) Memberikan gagasan bagaimana menggunakan bahan-bahan main.
4) Mendiskusikan aturan dan harapan untuk pengalaman main.
5) Menjelaskan rangkaian waktu main.
6) Mengelola anak untuk keberhasilan hubungan social.
7) Merancang dan menerapkan aturan transisi untuk main.
c. pengalaman bermain setiap anak (experience)
1) Memberikan waktu untuk anak mengelola dan meneliti pengalaman main mereka.
2) Mencontoh komunikasi yang tepat.
3) Memperkuat dan mengembangkan bahasa anak.
4) Meningkatkan kesempatan sosialisasi melalui dukungan interaksi teman
sebaya
5) Mengamati dan mendokumentasikan perkembangan dan kemajuan main anak.
d. Pengalaman setelah bermain (Post-Actifity)
a.
Gunakan waktu membereskan sebagai pengalaman
positif untuk mempraktekkan klasifikasi, serasi, dan pengelolaan secara umum
bahan-bahan main.
b.
Mengingat dan mengulas kembali pengalaman main
sehingga setiap anak memungkinkan berbagi kecakapannya.
Langkah-langkah pelaksanaan dalam proses
pembelajaran dengan metode Beyond Centers and Circles Time (BCCT)
1. Penyambutan anak; sambut anak dengan ramah dan
penuh semangat dengan mengucapkan salam dan “hai” serta sebutlah nama
panggilannya dengan hormat.
2. Masa transisi; guru mempersilahkan anak bermain
dalam bimbingan orangtuanya, dan atau sambil berkonsultasi dengan pendidik, konselor
atau psikolog yang ada.
3. Main Pembukaan; guru memulai kegiatan
dengan anak diawali berdo’a bersama. Lalu anak diajak bernyanyi lagu “selamat
pagi” atau lainnya dengan menari, melompat dan tertawa.
4. Kegiatan awal bermain; guru mengajak
anak menuju sentra atau pusat kegiatan bermain dengan cara bernyanyi bersama,
guru menjelaskan dan membuat aturan permainannya atas kesepakatan anak-anak
pada saat sebelum permainan dimulai.
5. Kegiatan inti bermain; guru
mempersilahkan anak bermain sepuasnya hingga batas waktu yang telah disepakati.
Guru mengamati, mengawasi, dan menjaga anak dari bahaya, agar proses
penelitian, pemahaman dan pembelajaran anak berlangsung lancar sesuai tahapan
perkembangan dirinya.
6. Kegiatan akhir bermain; guru meminta
semua anak merapikan alat bermain. Lalu, guru meminta semua anak berkumpul
dalam lingkaran sambil bernyanyi. Kemudian, guru mewawancarai semua anak untuk
menceritakan pengalaman mereka setelah bermain. Fasilitasi mereka semua untuk
berani curhat tentang pengalaman belajar mereka
B. PENERAPAN METODE (File XL)
|
Tingkat
Pencapaian
Perkembangan
|
Indikator
|
Kegiatan Pembelajaran
|
Media dan
Sumber Belajar
|
Penilaian
|
|
|
|
|
|
RKH tersebut di atas menggambarkan pengembangan bahasa yang dapat
menstimulasi kemampuan anak untuk mengembangkan lingkup bahasa dalam
mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
BAB IV
Kesimpulan
Pengembangan kemampuan bahasa untuk anak usia dini dapat dilakukan
dengan mengembangkan empat pengembangan sekaligus yaitu kemampuan mendengarkan,
berbicara, membaca dan menulis. Untuk mengembangkan kemampuan baca-tulis
permulaan didukung dengan pengembangan kemampuan mendengar dan berbicara lebih
banyak. Semakin banyak anak mendengar dan berbicara maka semakin mudah anak
untuk mengenal baca-tulis. Dengan demikian untuk mengembangkan kemampuan
baca-tulis dan berhitung permulaan, pendidik dapat mengembangkan kegiatan
keaksaraan seperti eksplorasi kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca dan
menulis serta berhiung.
Daftar Pustaka
.
Jamaris, Martini. 2011. Orientasi Baru dalam Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Yayasan
Penamas
Murni
Syamsiatin, Eriva, SPd.
2008. Pengelolaan Circle Time di Taman
Penitipan Anak dan Kelompok Bermain. Jakarta; Universitas Terbuka
Depertemen Pendidikan Nasional.
Amini, Mukti, S.Pd.
M.Pd. 2008. Pengelolaan Sentra Persiapan
di KB dan TPA. Jakarta; Universitas Terbuka Depertemen Pendidikan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar